Demokrasi dan Ilusi Kesejahteraan

Dwi Rahayu (Muslimah HTI Chapter Unair)

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 13 Maret 2013

PESONA BIDADARI


     Decak kagum sering meluncur dari lisan kaum Adam saat diceritakan tentang lentiknya mata bidadari, tingkahnya yang sopan dan selalu menundukkan pandangannya, tak pernah tersentuh oleh manusia, tak pula terjamah oleh jin. Begitulah QS ar-Rahman ayat 56 mengabadikan pesona bidadari.
     Namun, tahukah Anda, ada makhluk yang tak kalah memesona dari bidadari? Kakinya berpijak di bumi. Ia menjadikan setiap langkahnya derap perjuangan. Busananya mungkin belum seindah bidadari. Hanya berbalut kerudung dan jilbab. Namun, itu telah cukup membuat dia mulia di sisi Allah. Begitulah sosok Muslimah sejati.
      Islam telah menempatkan perempuan pada posisi yang sangat mulia. Islam menyematkan peran utama di pundaknya sebagai ibu (umm[un]) dan pengatur rumah tangga (rabbah al-bayt). Dua aktivitas mulia itu memang membuat mereka banyak bermain di garda belakang. Namun, itu bukanlah sebuah kehinaan seperti yang digambarkan kaum feminis. Justru di garda belakang itulah mereka menjadi benteng terakhir keluarga dan motivator dengan daya ledak yang luar biasa.
     Di balik heroiknya perjuangan Nabi Ibrahim, ada Ummu Ismail di belakangnya; menjadi penjaga keteguhan iman sang suami. Saat Rasulullah didustakan, ketika risalah mulia yang ia bawa diingkari, lagi-lagi ada sosok wanita yang selalu setia beriman, membenarkan dan setia di sisinya. Dialah Khadijah, ibunda orang-orang beriman.
         Namun, tidak selamanya perempuan bermain di ranah domestik. Sebab, bukan hanya keluarga yang rindu akan penjagaannya. Masyarakat pun menanti geliat perjuangannya. Mereka juga memiliki kewajiban untuk menggulirkan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat, khususnya pada komunitas wanita. Tugas ini berat dan menantang. Namun, tugas inilah yang semakin meninggikan nilai tawarnya di sisi Allah dan semakin menyempurnakan pesonanya.
      Para wanita salaf telah membuktikannya. Tapakilah perjalanan Ummu Athiyyah yang telah berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali. Ia tinggal di tenda pasukan, membuat makanan untuk mereka, mengobati yang terluka dan merawat yang sakit. Ada pula enam orang wanita Mukminat yang meneguhkan diri sebagai pasukan infanteri pada Perang Khaibar. Mereka turut memungut anak panah dan mendapatkan bagian harta rampasan perang dari Rasulullah. Begitu pula keberanian seorang wanita pada masa Kekhilafahan Umar ibn al-Khaththab. Muslimah pemberani itu menentang kebijakan Umar yang membatasi mahar tidak boleh lebih dari 50 dirham (12 uqiyah). “Apakah engkau menetapkan sesuatu tanpa berasal dari Allah dan Rasul-Nya?” tanya Muslimah sejati itu. Terperangah dan tersadarlah Khalifah Umar sambil berkata, “Wanita ini benar dan Umar salah!”
      Begitulah gambaran wanita pejuang sejati. Ia menyempurnakan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Dengan amanah itu ia menjadi mulia, bahkan amat mulia sehingga Rasulullah meletakkan surga di bawah telapak kakinya. Tentu bertambah mulia dan memesonanya ia saat berhasil melaksanakan kewajiban terbesar lainnya: berjuang menegakkan syariah Allah dalam institusi Khilafah Islamiyah. Jika bidadari pesonanya hanya di akhirat kelak, Muslimah pejuang Islam sejati sedari di dunia telah memesona. Pesonanya akan mengabadi hingga akhirat nanti. Boleh jadi, justru para bidadarilah yang kelak terpesona kepadanya.
[Adi Wijaya; Penulis Buku Dari Perang Badar Kita Belajar, Tinggal di Makassar]

DEMOKRASI DAN ILUSI KESEJAHTERAAN


Dwi Rahayu
Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI)
Mahasiswi Universitas Terbuka Surabaya


             Indonesia mendapatkan predikat sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan AS. Oleh sebagian kalangan hal tersebut dianggap sebagai sebuah prestasi yang membanggakan. Namun, prestasi tersebut seolah kontradiktif dengan kondisi yang dialami negeri ini. Status sebagai negara demokratis ternyata tidak sejalan dengan kemiskinan rakyat ini yang makin parah. Dalam sebuah laporan bertajuk “Poverty in Asia and the Pacific: An Update”,Tahun 2011,  ADB melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 43,07 juta jiwa jika menggunakan garis kemiskinan sebesar 1,25 dollar PPP, atau meningkat sebesar 3,31 juta jiwa jika dibandingkan dengan kondisi 2008 (jumlah penduduk miskin sebesar 40,36 juta jiwa). 57,02% pekerja perempuan berpendidikan rendah, dan setiap tahun 2,5 juta orang berangkat menjadi TKW, meninggalkan anak-anak dan keluarganya.
                Lantas, dimanakah prestasi sebagai sebagai negara demokratis berperan?, yang sejak kemerdekaanya Indonesia telah menganut  sistem ini hingga sekarang.  Sejatinya, demokrasi adalah sebuah sistem ideologi bukan hanya sekedar prosedur praktis pemilihan kepala negara, kepala daerah atau anggota legislatif. Demokrasi hakikatnya lahir dari akal manusia, yaitu kedaulatan di tangan rakyat. Sistem demokrasi ini melekat kuat pada sekularisme-kapitalisme. Menegaskan akan hal ini, patut dicermati konsep demokrasi menurut para pemikirnya. Sebut saja Abraham Lincoln, menyebut demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.  Sebutan lain untuk demokrasi adalah sebuah ideologi yang ditata dengan memadukan nilai-nilai liberal: kebebasan individu, persamaan, martabat dan persaudaraan, rule of law serta proses politik yang demokratis  (The International Relation Dictionary,   Jack C. Plano).  Artinya, manusialah sebagai sumber hukum. Manusia (rakyat) berwenang membuat hukum yang akan diterapkan negara. Namun, jauh panggang dari api. Secara historis, ketika demokrasi muncul untuk pertama kalinya yaitu pasca revolusi Perancis, kendali kekuasaan berada di tangan para intelektual dan orang-orang bermodal (borjuis/kapitalis). Pada akhirnya kebijakan negara pun lebih banyak diarahkan untuk kepentingan kelompok tersebut (yaitu para kapitalis).
Pun demikian di Indonesia. Mayoritas kaum Muslim Indonesia ternyata berada dalam posisi tidak beruntung. Seperti negara kapitalis lain, Indonesia pun lebih dikuasai oleh kelompok minoritas, terutama dalam hal kekuasaan (power) dan pemilikan modal (kapital). Pendukung demokrasi sangat bangga dengan menyatakan bahwa dalam demokrasi setiap keputusan yang diambil adalah suara mayoritas rakyat. Namun, kenyataannya tidaklah begitu, para kapitalis mempengaruhi keputusan parlemen dan lahirnya undang-undang. Akibatnya, Demokrasi  melahirkan sistem korup yang berpihak pada pemilik modal bukan rakyat.
Sebagaimana yang kita ketahui, biaya penyelenggaraan pesta demokrasi memakan dana yang amat besar.  Dan hal itu membawa efek berkelanjutan bagi para pemimpin dan orang-orang yang duduk dalam lembaga legislasi hasil pesta demokrasi.  Para pemimpin yang terpilih tentu telah menghabiskan banyak modal untuk kampanye dan sebagainya.  Agar semua biaya itu tertutupi, mereka akhirnya bekerja sama dengan para pemilik modal.  Maka lahirlah berbagai perundang-undangan yang pro kapitalis (pemilik modal).  Suap menyuap di lembaga parlemen pun menjadi hal lumrah dalam sistem demokrasi.  Inilah bentuk perselingkuhan antara elit politik dan pemilik modal.  Elit politik membutuhkan modal dan pemilik modal membutuhkan elit politik . Oleh karena itu, lahirnya kebijakan yang pro pemilik uang (kapitalis) adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi (UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU Kelistrikan,UU Sumber Daya Air dll). Sementara rakyat kebanyakan hanya gigit jari dan menjadi tumbal atas kecurangan para elitis dan pemilik modal, serta berkubang dalam lingkaran kemiskinan sistemik.
Berikut beberapa bukti mahalnya biaya demokrasi. Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, "Minimal biaya yang dikeluarkan seorang calon Rp 20 miliar, akan tetapi untuk daerah yang kaya, biayanya bisa sampai Rp 100 hingga Rp 150 miliar. Kalau ditambah dengan ongkos untuk berperkara di MK, berapa lagi yang harus dicari. (kompas.com, 5/7/2010). Dan selanjutnya, lahirlah para pejabat dengan penghasilan fantastis selama menjadi kepala daerah.  Sebagai contoh, gubernur Provinsi Jawa Barat mendapat “penghasilan” Rp 603 juta dan wakil gubernur Rp 584 juta (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA)16/12/2012). Sementara itu, untuk menjadi calon anggota legislatif ‘diwajibkan’ membayar Rp 200-300 juta untuk mendapatkan "kursi jadi", nomor urut satu dan dua. Sedangkan untuk calon anggota DPR harus menyerahkan setoran uang Rp 400 juta.
Melihat sepak terjang demokrasi yang kian memakan korban, rakyat yang memiliki kepekaan mulai merasakan muaknya demokrasi.  The Guardian merujuk  (6/07/2012) laporan Democratic Audid memperingatkan tentang penurunan jangka panjang demokrasi di Inggris. Dalam artikel  British democracy in terminal decline, warns report, disebutkan ada indikasi yang menunjukkan hal itu. Beberapa yang menguatkan hal tersebut, diantaranya; pertama,  menguatnya pengaruh korporasi (perusahaan bisnis). Kedua, politisi yang semakin tidak mewakili konstituennya.  Dan ketiga, semakin menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu bahkan untuk mendiskusikan persoalan-persoalan kekinian sebagai bentuk kekecewaan terhadap demokrasi. 
    Jika demokrasi sudah berada dalam krisis, layakkah dipertahankan? Bahkan diperjuangkan? Sungguh, demokrasi adalah sistem ilusi penuh kedustaan yang tidak mampu memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Saatnya berganti pada sistem shahih yang berasal dari Al Khalik. Ketika hak membuat hukum diserahkan kepada yang menciptakan manusia dan alam semesta, tentunya akan compatible dengan ciptaannya, tanpa ada tendensi tertentu. Berbeda dengan demokrasi yang telah menafikan Allah Swt dalam mengatur kehidupan manusia. Patutlah bagi kita untuk merenungkan firman Allah Swt: Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al An’aam: 57).  Maka sudah saatnya kaum muslim mengganti demokrasi dengan sistem Islam; sistem yang menjadikan kedaulatan di tangan Syara’, sistem yang memberikan kekuasaan kepada khalifah yang ditunjuk kaum muslim untuk menjalankan hukum-hukum Syariah, yang akan membawa keadilan dan kesejahteraan seluruh umat, baik muslim maupun non muslim.  Semoga kita semua berkontribusi penuh untuk mewujudkannya. [azf]

SIMPANG





Oktavia Nurul Hikmah
Mahasiswi fakultas ekonomi dan bisnis
Universits Airlangga


Pada sebuah persimpangan jalan, Fulan merasa bimbang
Riuh dunia tidak membantu, justru semakin mendorongnya
Bukan, bukan pada jalan yang nuraninya menginginkan
Dunia malah mendorongnya pada jalan sesat penuh jerat

“Jangan berpikir menggunakan kacamata onta!
Jangan berbuat dengan kefanatikan yang buta!
Jika kau melanggarnya, kau pasti menjadi pribadi asing
Dalam peradaban canggih yang mendunia”


Fulan membajakan tekad
Fulan menguatkan azzam
Dan dunia semakin riuh saja

Headline yang terpampang di permukaan hatinya mengguratkan
Fulan, si Ekstrimis Jalanan Pengkhianat NKRI!
Fulan, si Pembangkang Demokrasi!
Fulan, si Korban Brain Wash dalam Kajian!

Ah, Fulan sempat oleng
Julukan pengkhianat dan pembangkang itu mengiriskan luka
TAJAM_MENUSUK_PERIH_MEMBEKAS

Namun, beruntunglah ia
Gapaian tangannya bersambut
Fulan tak perlu tergelincir ke dalam jurang
Manusia-manusia putih di sekelilingnya, siap melindungi niatnya

Kini, Fulan telah berdiri tegak kembali  
Ia siap berteriak pada dunia yang kian ricuh
“Inilah aku! Fulan penghancur demokrasi! Fulan pejuang hukum Ilahi!
Dengarkan pengakuanku! Ya benar, aku sepenuhnya telah mengalami brain wash!”

“Pencucian otak dari sampah-sampah busuk KAPITALISME!
Penyapuan bersih dari ideologi utopis SOSIALISME!
Pembersihan total dari penghambaan kepada HUKUM MANUSIA!
Pengurasan 100% dari ide-ide maut DEMOKRASI, LIBERAL, dan HAM!”

“KINI, otakku telah diputihkan, dan siap menerima ajaran-ajaran langit!
SEKARANG, disinilah aku, tegak mengibarkan panji suci Liwa dan Roya!
Kukuh dan mantap mencuci otak-otak manusia yang masih terlena!
Manusia-manusia yang abai pada agenda global kaum kuffar pembenci Islam
Manusia-manusia yang acuh terhadap degradasi kualitas keimanan
Kedua tangan terkepal, siap berPERANG dengan PEMIKIRAN kalian,

T  A  N  P  A     K  E  K  E  R  A  S  A  N  !”

Selasa, 26 Februari 2013

Seruan Khilafah dari Bumi Syam "Satu Umat, Satu Bendera, Satu Negara"


gelombang kesadaran umat untuk tegaknya khilafah semakin membahan di seantero negeri di berbagai belahan dunia.
pemuda indonesia dimana peran Anda?
satu umat, satu bendera, satu negara. KHILAFAH

Minggu, 24 Februari 2013

WASPADAI PROSTITUSI ONLINE


Desi Maulia Sari
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Belum setahun seorang mucikari terkenal yang dijuluki Ratu Mucikari tertangkap di Jawa Timur, kali ini Bogor digemparkan dengan tertangkapnya seorang mucikari dengan modus prostitusi online. Mirisnya otak dari prostitusi online ini adalah seorang mahasiswa sebuah PTN. Tidak cukup sampai disitu, beberapa saat kemudian tertangkap pula seseorang yang memiliki modus yang sama dalam menjalankan prostitusinya di Bandung. Miris melihat kondisi Indonesia yang demikian. Apalagi jika di-compare-kan dengan posisi Indonesia sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sungguh sebuah fenomena yang sangat tidak masuk akal. Mengingat Islam melarang mendekati perbuatan zina, berbuat zina , apalagi menjadikannya sebagai matapencaharian.
                Jika ditinjau apa yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi hal ini? Pemerintah bukannya tidak berbuat apa-apa. Keberhasilan pemerintah dalam menangkap otak pelacuran online ini merupakan bukti bahwa pemerintahpun turut andil dalam menyelesaikan permasalahan ini. Namun pemerintah belum totalitas dalam memberantasnya. Buktinya masih ada prostitusi ‘legal’ terbesar di Asia Tenggara yang berada di Jawa Timur. Bahkan dilokalisasi. Meskipun baru-baru ini ada opini bahwa pemerintah daerah hendak menutupnya. Rupanya upaya tersebut kurang serius, terbukti dengan tidak berlanjutnya upaya tersebut. Keseriusan dari pemerintah dalam meberantas prostitusi di Indonesia juga masih patut dipertanyakan. Mengingat konsumen dari prostitusi ini bukan hanya kalangan masyarakat umum tapi juga kalangan pejabat. Sudah bukan rahasia lagi , tidak sedikit dari kalangan pejabat yang mendapatkan gratifikasi berupa pelacur. Masya Alloh…
Layaknya sebuah KLB (Kondisi Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue, maraknya prostitusi termasuk prostitusi online ini harusnya menjadi perhatian bersama. Karena  prostitusi online ini jelas membahayakan kita semua. Terutama membahayakan generasi kita. Dengan maraknya prostitusi online maka akan anak-anak untuk mengaksesnya. Apalagi dengan banyaknya warnet yang cenderung tidak mengontrol apa saja yang dibuka oleh siapa saja termasuk kalangan anak-anak. Selain itu teladan yang diberikan oleh orang dewasa dan juga para pejabatnya justru membuat mereka ingin meniru perbuatan mereka. Selain itu pemberitaan media serta tayangan-tayangan vulgar yang ada di media massa juga semakin mendorong mereka untuk mencoba menyalurkan hasrat libido mereka.
Melihat realitas ini, sudah selayaknya kita berusaha mencari akar masalah dari prostitusi yang semakin marak di negeri ini. Demokrasi, itulah yang menjadi penyebab dari permasalah ini. Mari kita kupas satu persatu. Pertama Sistem demokrasi dengan 4 kebebasan yang menjadi pilar penyangganya adalah faktor utama maraknya bisnis prostitusi. Kebebasan beragama, hal ini mendorong bagi masyarakat Indonesia untuk bebas melaksanakan ajaran agamanya atau tidak. Pemerintah dan pihak manapun tidak berhak memaksa seseorang untuk taat dalam menjalankan aturan agamanya. Kebebasan kepemilikan, setiap berhak memiliki apapun. Dalam hal ini berkaitan dengan masalah ekonomi. Setiap individu berhak untuk medapatkan uang dari manapun termasuk dari prostitusi. Kebebasan individu, setiap orang memiliki hak sebagai individu untuk melakukan apapun termasuk ikut terjun dalam aktifitas prostitusi atau kalaupun tidak sampai prostitusi mereka berhak untuk berbuat seronok asal tidak sampai menunjukkan alat kelamin (manifestasi dari UU Pornoaksi dan Pornografi). Kebebasan berpendapat, setiap orang berhak untuk mengajukan pendapatnya termasuk ketika dia mendukung prostitusi. Inilah 4 pilar kebebasan yang dijamin sistem demokrasi yang menjadi pendorong kuat bagi terlaksananya bisnis prostitusi. Selain itu, adanya prinsip sekulerisme -sebagai asas demokrasi- yang memisahkan aturan Pencipta dari kehidupan juga turut menjadi penyebabnya. Manusia merasa sok mampu untuk mengatur dirinya dan orang lain sehingga dia mengabaikan dan meminggirkan aturan Penciptanya. Namun, apa yang kita lihat dengan adanya pemisahan ini menimbulkan berbagai kerusakan di negeri kita.
Islam melarang pemeluknya untuk memisahkan aturan Allah SWT dari kehidupannya. Dengan aturan Islam yang sempurna, Allah memerintahkan kaum muslimin untuk masuk ke dalam Islam secara menyeluruh. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 208 yang artinya:
“ Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,”
                Masuknya kaum muslimin ke dalam Islam secara menyeluruh ini termasuk dalam perkara prostitusi. Hendaknya kaum muslimin mencari solusi dari permasalahan ini dengan meninjau bagaimana Allah SWT memberikan pengaturan.dalam perkara prostitusi. Dalam Islam perzinahan termasuk dalam bentuk prostitusi termasuk dosa besar dan merupakan perbuatan keji. Ini seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Isra’ ayat 32 yang artinya:
                “ Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji. Dan suatu jalan yang buruk “.
                Dilandasi ayat ini maka Islam juga memberikan seperangkat sistem yang mendukung dalam pelaksanaan ayat tersebut.  Yang pertama dari individu, maka Allah SWT memerintahkan individu untuk menjaga kemaluannya kecuali bagi yang dibenarkan oleh syariah yakni istri dan hamba sahaya mereka. Selain individu, lingkungan juga harus mendukung pelaksanaan hukum pelarangan zina ini dengan menunjukkan kepekaan dan melarang setiap orang baik yang tua maupun remaja yang melakukan aktivitas mendekati zina seperti pacaran, berdua-duaan, atau bahkan yang melakukan perzinahan.
Negarapun menjadi pihak utama yang mengatur pelarangan perzinahan dengan menghilangkan hal-hal yang mendorong terjadinya prostitusi seperti erotisme, pornografi dan pornoaksi. Di sisi lain Islam juga mewajibkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tiap individu yakni pangan, sandang, papan juga kebutuhan mendasar masyarakat yakni kesehatan, pendidikan dan keamanan. Adapun bagi pelaku perzinahan Islam secara tegas memberikan sanksi yang mampu memberikan efek jera bagi pelakunya yakni 100 cambuk bagi pelaku yang belum menikah, dan dirajam sampai mati jika pelakunya sudah menikah. Tidak hanya itu, pelaksanaan hukuman ini dilakukan didepan kalayak ramai, sehingga bisa menimbulkan efek pencegahan bagi orang yang hendak melakukan. Namun pelaksanaan sanksi ini di sisi lain bisa menjadi penebus dosa bagi pelakunya. Sungguh pengaturan yang komplit dari Islam. Hal itu tidak akan kita dapatkan di sistem lain, apalagi di sistem Kapitalisme dengan 4 pilar kebebasannya. Karenanya mari kita semua kembali kepada aturan Pencipta manusia dan alam semesta secara total dengan menegakkan pemerintahan yang mendasarkan aturan-aturannya semata-mata dari hukum Allah saja. Dan semua itu hanya akan terlaksana dalam institusi Khilafah Islamiyah. Kawan-kawan aktivis, mari rapatkan barisan dan kita perjuangkan![]

Kamis, 14 Februari 2013

Bercermin Pada Kepahlawanan Shahabiyat


Najmah Saiidah
(Anggota Lajnah Tsaqofiyah, Anggota DPP Muslimah HTI)


Kita semua sudah mengenal nama-nama seperti Abubakar Ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khoththob, Utsman bin ‘Affan, Saad bin Abi Waqosh, Muadz bin Jabal, Salman Al-Farisi dan sebagainya.  Mereka adalah para pahlawan muslim yang telah mengorbankan waktu, harta, jiwa dan raganya untuk menegakkan kalimat Allah dan RasulNya dan memperjuangkan Islam ke seluruh penjuru dunia.  Akan tetapi sebagian umat Islam kurang mengenal para`perempuan yang mereka juga hidup di masa Rasulullah (shahabiyat) yang telah mengorbankan waktu, harta, jiwa dan raganya untuk menegakkan kalimat  Allah dan RasulNya dan memiliki andil besar`dalam memperjuangkan Islam dan kaum muslimin.   Di antaranya Khadijah binti Khuwailid, Asma’ binti Abu Bakar, Aisyah binti Abu Bakar, Ummu Sulaim, dan banyak lagi yang lainnya.
Dalam Islam, perempuan diposisikan sebagai perhiasan berharga yang wajib dijaga dan dipelihara. Ini tidak berarti mengekang perempuan dalam wilayah tertentu.  Islam memberi peran bagi perempuan dalam ranah domestik dan juga publik sekaligus.  Sehingga dimasa peradaban Islam tidaklah mengherankan jika kita mendapati banyak figur waita terbaik dan termulia sepanjang zaman. Mereka bersungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan dalam menjunjung tinggi syiar Islam, membela agama Allah dengan ketulusan yang tidak diragukan, mencintai Allah dan Rasulullah dengan kecintaan yang mendalam –yang direfleksikan dengan ketaatan kepada risalah yang dibawanya–, bersabar dengan segala kesulitan hidupnya, patuh dan menghargai suami dengan kepatuhan dan penghormatan yang patut diteladani, mendidik anak-anak mereka dengan pendidikan yang baik hingga melahirkan pahlawan-pahlawan sejati yang dijamin masuk syurga, merelakan buah hati mereka terbunuh sebagai syahid membela agamaNya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang terjun langsung dalam jihad fii sabilillaah demi meraih mardhatillah dan jannhaNya.
Sejarah telah mencatat bagaimana kaum perempuan pada masa Rasulullah saw (para shahabiyah) melakukan aktivitas politik dan perjuangan politik tanpa meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga.  Mereka berjuang bersama-sama Rasulullah saw dan shahabat lainnya tanpa memisahkan barisan mereka dari barisan Rasul dan shahabatnya.  Mereka bersama dengan para istri Rasul saw berada dalam perjuangan menegakkan Islam di muka bumi ini serta mendukung perjuangan beliau.
Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
Aisyah r.a adalah anak Abu Bakar dari pernikahannya dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaymir al Kinaniyah. Di rumah yang dinaungi dengan kebenaran, kejujuran dan keimanan inilah Aisyah dilahirkan, 7 tahun sebelum hijrah.  Aisyah diberi julukan Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq (perempuan yang sangat  jujur dari orang yang sangat jujur).  Terkumpul dalam dirinya ketinggian ilmu dan keutamaan, ia menjadi tempat bertanya para shahabat dan shahabiyat.  Ia juga merupakan perowi hadits yang handal, termasuk satu dari tujuh orang yang paling banyak meriwayatkan hadits, bahkan  menerima langsung dari Rasulullah saw.  Ia tidak pernah membiarkan orang yang salah dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits atau melanggar syariat.
Ummul Mukminin Aisyah menjadi teladan dalam kezuhudan, kemurahan hati dan kedermawanan.  Ia mencapai derajat zuhud yang tinggi karena lebih sering berpaling dari duniadan menghadap kepada Allah untuk melaksanakan ibadah.  Harta yang ada padanya, segera disalurkan untuk orang-orang miskin, di antara   gambaran kedermawanannya adalah ia pernah membagi-bagikan seratus ribu dirham hanya dlam satu hari sementara pada hari itu ia tengah berpuasa tanpa menyisakan satu dirham pun di rumahnya.  Dalam hal ibadah, tidak ada yang meragukannya, Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw.  Banyak mendirikan sholat Sunnah, terutama sholat malam, senantiasa berpuasa ad dahr (sehari puasa sehari tidak).
Tidak diragukan lagi bahwa Aisyah adalah seorang perempuan yang tangguh dalam berjihad. Ketika perang Uhud ia ikut mengangkut air di pundaknya bagi para mujahiddin.  Anas bin Malik meriwayatkan : “ Aku melihat Aisyah binti Abi Bakar dan Ummu Sulaim, keduanya menyingsingkan ujung pakainnya, keduanya mengangkut gerabah air di atas pundaknya lalu memberi minum orang-orang terluka.  Kemudian keduanya kembali memenuhi gerabah itu, lalu memberi minum mereka ( HR Muttafaq Alaih)  Demikian pula ketika perang khandak ‘Aisyah terjun langsung dalam perang tersebut bergabung dengan para shahabat.  Pada waktu itu ia maju mendekati front mujahiddin paling depan.
Aisyah telah memberikan teladan yang sangat banyak, ia merupakan cermin bagi para muslimah yang dari perjalanan hidupnya mereka dapat mengetahui bagaimana ia memiliki kepribadian yang kuat tanpa harus merendahkan diri, bagaimana ia menjaga kebagusan lahiriah tetapi penuh ketundukan dan kesederhanaan, bagaimana ia mendalami agama sehingga menjadi sumber argumentasi; bagaimana ia memahami hukum-hukum agama dan mempraktekkannya  dalam amalan-amalan nyata; bagaimana ia memberikan buah pikirnya dan materi yang dimilikinya untuk menegakkan agama Allah; bagaiamana ia menata kehidupan suami istrinya hingga dapat membangkitkan semangat suaminya yang dengan semangat ilmunya berupaya meraih kejayaan.
Asma binti Yazid bin As-Sakan
Dia adalah Asma binti Yazid bin As-Sakan bin Rafi’ bin Umru’ul Qais bin Abdul Asyhal bin Harits. Seorang wanita ahli hadits, mujahidah yang agung, cerdas, taat beragama, dan ahli pidato, sehingga ia digelari orator wanita. Sesuatu yang spesial dalam diri Asma adalah kehalusan perasaannya dan kehalusan budi bahasanya –sebagaimana remaja muslimah lainnya yang lahir dari madrasah  kenabian–, namun dalam satu hal, ia tidak malu untuk mengeluarkan . Dia adalah wanita  teguh pendirian dan pejuang yang gagah berani.  Dia adalah contoh wanita pelopor dalam berbagai bidang.  Asma datang dalam serombongan kaum  wanita  kepada Nabi untuk berbai’at pada tahun pertama Hijriyah, berjanji untuk taat kepada Islam.  Asma berbai’at kepada Nabi saw dengan penuh kejujuran dan keikhlasan. Dalam kita-kitab sirah (sejarah) disebutkan bahwa ketika mau melakukan bai’at, Asma memakai dua gelang emas yang besar di kedua tangannya, maka Nabi saw bersabda kepadanya:“Lemparkanlah kedua gelang itu, wahai Asma! Apakah engkau tidak takut jika engkau kelak memakaikan gelang dari api neraka kepadamu?” Tanpa membantah atau berbicara sedikit pun, dia langsung melaksanakan perintah Rasul saw. Kedua gelang itu dilepaskannya dan diletakkannya di hadapan Nabi saw.
Asma pernah diutus oleh kaum wanita untuk membicarakan masalah mereka kepada Rasul saw. Suatu ketika dia datang kepada Rasul saw dan berkata:”Wahai Rasul saw, aku adalah  utusan dari sekelompok wanita kepadamu. Apa yang akan kutanyakan sama dengan pertanyaan mereka dan pendapat mereka sama dengan pendapatku…..Sesungguhnya Allah ta’aala telah mengutusmu kepada seluruh kaum laki-laki dan kaum wanita, maka kami beriman dan mengikutimu. Akan tetapi, kami kaum wanita, terbatas gerak-geriknya. Kami hanyalah sebagai  tiang penyangga (pengurus) rumah tangga, tempat penyaluran syahwat para laki-laki, dan yang mengandung anak-anak mereka, sedang kaum laki-laki memperoleh keutamaan, dengan diperintahkannya melakukan shalat berjamaah, mengantar jenazah, dan berjihad di medan perang. Jika kaum laki-laki keluar untuk berperang, kamilah yang menjaga harta-harta mereka dan mengasuh anak-anak mereka. Oleh karena itu, apakah kami bisa mengimbangi pahala mereka, wahai Rasulullah?”
Mendengar pertanyaan seperti itu, Rasul saw lalu menoleh kepada para shahabat yang ada di dekatnya dan bertanya:”Pernahkah kalian mendengar pertanyaan wanita lain tentang urusan agamanya yang lebih baik daripada pertanyaan wanita ini?” Mereka menjawab:”Belum pernah, wahai Rasul saw.” Selanjutnya, beliau bersabda:”Kembalilah engkau, wahai Asma, dan beri tahukan kepada wanita-wanita yang mengutusmu bahwa perlakuan baik salah seorang dari kalian kepada suaminya, usahanya mencari keridhaan suaminya, dan ketaatannya kepada suaminya, dapat menyamai pahala dari amal laki-laki yang engkau sebutkan tadi.” Asma pulang sambil bertahlil dan bertakbir karena saking gembiranya dengan apa yang disampaikan Rasul saw.
Hati Asma sebenarnya sangat ingin ikut serta untuk berjihad. Akan tetapi, keadaan waktu tidak memungkinkan dia menyampaikan tuntutan tersebut. Keinginannya untuk terjun ke medan jihad baru terwujud setelah Rasul saw wafat, yaitu ketika terjadi perang Yarmuk pada tahun ke-13 Hijriyyah. Dalam perang besar (Yarmuk) itu Asma binti Yazid bersama kaum mukminah lainnya berada di barisan belakang laki-laki. Semuanya berusaha mengerahkan segenap kekuatannya untuk mensuplai persenjataan pasukan laki-laki. Memberi minum kepada mereka, mengurus mereka yang terluka, dan mengobarkan semangat jihad mereka.  Ketika peperangan berkecamuk dengan begitu serunya, ia  berjuang sekuat tenaganya. Akan tetapi, dia tidak menemukan senjata apapun, selain tiang penyangga tendanya. Dengan bersenjatakan tiang itulah, dia menyusup ke tengah-tengah medan tempur dan menyerang musuh yang ada di kanan dan kirinya, sampai akhirnya dia berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi. Hal ini sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar,”Dia adalah asma binti Yazid bin As-Sakan yang ikut terjun dalam perang Yarmuk. Pada hari itu dia berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi dengan menggunakan tiang tendanya. Setelah perang Yarmuk ia masih hidup dalam waktu yang cukup lama.  Asma keluar dari medan pertempuran dengan luka parah sebagaimana juga banyak dialami pasukan kaum muslimin. Akan tetapi, Allah berkehendak ia tetap hidup dalam waktu yang cukup lama.  Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Asma binti Yazidd bin As-Sakan dan memuliakan tempatnya di sisi-Nya atas berbagai Hadits yang diriwayatkannya dan atas segala pengorbanannya. Dia telah berbuat sesuatu agar dijadikannya contoh bagi wanita muslimah lainnya, yaitu kerelaan dan tekadnya yang kuat untuk membela dan mempertahankan agama Allah dan mengangkat panji Islam sampai agama Allah tegak di muka bumi.
Kabsyah bintu Rafi’ bin Muawiyah bin Ubaid bin Al-Abjar Al-Ansyariyah Al-Khudriyah
Ia termasuk salah seorang wanita yang memberikan kesaksian kebenaran bagi Rasulullah saw. Rasul turut menjanjikan imbalan kebaikan dan mendoakan barakah baginya. Ketika suasana  iman menggantikan kegelapan jahiliyyah dan mentari hidayah mulai terpancar di tanah Madinah, ia mencurahkan segala yang dimiliki dan menjadi ibu kepada dua orang anaknya yang gugur sebagai syuhada’; dua pahlawan Islam yang segar di dalam medan sejarah. Berbagai kitab sejarah  telah menyajikan peribadi mulia dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh Kabsyah bintu Rafi’, seperti keberanian, kebaikan dan keprihatinan beliau kepada tetangga. Beliau juga memberikan contoh terbaik yang mencerminkan kedudukannya yang sangat istimewa di sisi Rasulullah saw.  Beliau terkenal karena keberanian dan kesabarannya dalam membela  Rasulullah. dan mendorong anak-anaknya untuk terjun ke medan jihad .Di dalam Perang Badar, beliau meniupkan semangat kepada kedua anak beliau, Saad bin Muadz dan Amru bin Muadz, agar  berjihad karena Allah dengan sebenar-benar jihad, sehingga keduanya mendapat cobaan yang berakhir dengan kabar kemenangan.
Di dalam Perang Uhud, Ummu Saad turut terlibat secara langsung bersama beberapa wanita Muslimah lainnya. Berita kekalahan tentara kaum Muslimin dan gugur syahidnya anak beliau, Amru bin Muadz sampai pada beliau. Namun, hal ini tidak menjadikan beliau patah arang, justru ia sangat mengkhawatirkan   keselamatan Rasulullah. Beliau lantas bersegera ke medan peperangan dan melihat dengan mata kepala sendiri keadaan dan keselamatan Rasulullah saw.  Saat itu juga, beliau memanjatkan puji dan syukur kepada Allah seraya berkata: ”Selagi aku melihat engkau dalam keadaan yang selamat, maka musibah ini (kematian Amru bin Muadz) adalah terasa sangat ringan
Di saat Perang Khandaq meletus, Rasulullah saw mengarahkan para wanita muslimat dan anak-anak yang turut serta untuk berlindung di dalam benteng Bani Haritsah. Turut bersama mereka ialah Aisyah Ummul Mukminin Radiallahu Anha dan Ummu Saad. Aisyah menuturkan bahawa Saad bin Muadz berlalu untuk menyertai pasukan perang dengan mengenakan baju besi yang pendek.  Beliau juga menyandang tombak yang dibanggakannya sambil melantunkan bait syair Hamal bin Sa’danah Al-Kalby: Teguhkan hatimu barang sejenak dalam gejolak medan laga; Jangan pedulikan kematian jika sudah tiba saatnya. Mendengar  perkataan anaknya, Ummu Saad lantas menasihatkan anaknya agar bersegera supaya tidak ketinggalan walau sesaatpun tanpa bersama-sama Rasulullah. Beliaulah yang tidak henti-henti menasihati dan meniupkan semangat jihad di dalam dada anak-anaknya. Beliau berkata:
”Wahai anakku, cepatlah berangkat karena demi Allah, engkau sudah terlambat!”
Di dalam peperangan tersebut, Saad terkena anak panah lemparan Hibban Al-Urqah yang memutuskan urat di dekat mata kakinya. Saat itu, Saad sempat berdoa kepada Allah dengan doanya yang sangat masyur,  ”Ya Allah, jika Engkau masih menyisakan peperangan melawan Quraisy, maka berikanlah aku sisa umur untuk aku menyertainya. Tidak ada kaum yang lebih aku sukai untuk memeranginya kerana Engkau, selain dari kaum yang telah menyakiti Nabi-Mu, mendustakannya dan mengusirnya. Ya Allah, jika Engkau menjadikan peperangan antara kami dengan mereka, maka jadikanlah mati syahid bagiku dan janganlah Engkau uji aku sehingga aku merasakan senang kerana dapat mengalahkan bani Quraizhah
Tenyata Allah mengabulkan doa Saad bin Muadz.

Sekali lagi, Ummu Saad diuji dengan kehilangan anak beliau. Sungguh kesabaran dan kekuatannya menerima ujian merupakan teladan yang sangat baik. Jasad Saad diusung dan dikebumikan di Baqi’. Kesedihan Ummu Saad  terpancar jelas di wajahnya. Lalu Rasulullah  menghibur beliau dengan bersabda,
” Adakah air matamu tidak dapat dibendung dan apakah kesedihanmu tidak dapat dihilangkan? Sesungguhnya anakmu adalah orang pertama, Allah tersenyum kepadanya dan Arasy bergoncang karena kematiannya“. Hatinya lantas gembira dengan doa yang dipanjatkan Rasulullah. Ia hanya mengharapkan pahala kebaikan di sisi Allah dan RasulNya di atas kematian kedua anaknya  syuhada’.  Beliau mendahulukan kecintaan kepada Allah dan RasulNya di atas segala sesuatu yang di mata manusia lainnya sangat berharga, termasuk harta dan anak-anak.   Beliau layak mendapatkan kabar gembira dari Allah dan RasulNya sebagai penghuni syurga. Sabda Rasulullah :  ” Wahai Ummu Saad, terimalah khabar gembira dan sampaikanlah khabar gembira kepada keluarga mereka, bahawa orang-orang yang terbunuh di antara mereka saling berteman di dalam syurga, semuanya dan mereka diberi syafaat untuk keluarganya

Memang benar, bahwa fakta saat ini sulit untuk menentukan sosok figur shahabiyah dan keteladanannya, sesulit mencari permata ditengah-tengah hamparan pasir. Namun, bukan berarti fakta ini dijadikan permakluman untuk membenarkan fakta yang salah. Yang salah akan tetap salah, dan yang haq akan selamanya haq, tidak akan kemudian tertukar. Buktinya, kita tidak pernah menyalahkan segala kebaikan yang dilakukan oleh para shahabiyah tadi, justru sebaliknya, kita senantiasa mengenang dan mengaguminya, bahkan tertarik untuk menteladaninya, walaupun bukan suatu hal mudah bagi kebanyakan kaum wanita yang hidup pada masa sekarang ini.
Munculnya shahabiyah-shahabiyah yang menjadi figur wanita yang mengagumkan tadi bukanlah suatu kebetulan, bukan karena sarana kebutuhan yang masih sederhana, bukan pula karena kebutuhan mereka berbeda dengan kaum wanita saat ini, melainkan karenadilandasi oleh suatu pemahaman Islam ideologis yang tegak di atas keyakinan yang kokoh, yakni aqidah Islamiyah. Mereka sangat menyadari bahwa konsekuensi dari pemelukan aqidah islamiyah adalah terikat dengan semua aturan-aturan yang terpancar dari aqidah tersebut, mereka belajar untuk memahami aturan-aturan Islam, tidak memilih sebagian aturan saja dan mencampakkan sebagian aturan yang lain. Mereka belum merasa sebagai orang yang memeluk aqidah Islam, kalau mereka tidak siap untuk menanggung resiko keterikatannya dengan hukum Allah, sekalipun mereka harus mengorbankan harta tertingginya, yaitu nyawa. Mereka lebih mencintai Allah dan Rasulnya dibandingkan dengan keluarganya, bukan karena suatu tradisi yang kebetulan pada saat itu, tapi dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya  adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim dan muslimah. Ummu Sulaim tidak akan mampu menghadapi kemarahan suaminya ‘Malik’ karena keislaman dirinya dan anaknya ‘Anas’, kalau Ummu Sulaim tidak meyakini secara kuat akan aqidah Islam dan menyadari bahwa mendidik anak dengan Islam adalah kewajibannya. Ummu Sulaim tidak tertarik dengan limpahan kekayaan Abu Thalhah sebelum masuk Islam, bukan karena beliau anti kekayaan. Tapi, lebih didasari oleh suatu pemahaman bahwa seorang muslimah diharamkan untuk dinikahi oleh seorang laki-laki kafir, dan beliau sangat menyadari bahwa kekayaan bukanlah segala-galanya. Begitu pula halnya dengan Kabsyah, beliau tidak mungkin bisa mendorong anak-anaknyanya, Saad dan Amru bin Muadz untuk tetap berada di medan perang, kalau ia tidak memahami bahwa aktifitas jihad adalah suatu kewajiban setiap muslim, mundur dari medan perang adalah haram, dan syahid adalah sebaik-baiknya pahala.  Demikian pula ketika mereka ikut bersama-sama barisan Rasulullah dan para shahabat di medan pertempuran, baik di garis belakang dengan menyediakan air dan makanan, merawat yang terluka ataupun menyemangati  kaum lelaki yang perperang,  beberapa di antara mereka pun megirim makanan ke medan pertempuran bahkan ikut berhadapan dengan musuh bersama Rasulullah dan  sahabatnya, seluruhnya dilakukan semata-mata karena kecintaannya kepada Allah dan RasulNya.
Salah satu teladan penting lainnya yang dapat kita ambil dari mereka adalah, kemampuan mereka mensinergiskan keseluruhan peran dan fungsi yang telah Allah bebankan atas mereka, baik dia sebagai seorang hamba Allah, sebagai istri dan ibu, maupun sebagai anggota masyarakat. Seluruh kewajiban yang terkait dengan peran-peran dan fungsi itu mampu mereka tunaikan tanpa mengabaikan yang satu dari yang lainnya.  Kesibukan dan beratnya beban mereka dalam mengurus kehidupan rumahtangganya tidak lantas membuat mereka abai terhadap tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah, dan terlebih-lebih lagi sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki tanggungjawab besar untuk bersama-sama kaum Muslimin yang lain membangun kehidupan yang mulia. Demikian pula sebaliknya, kepeduliannya yang besar terhadap persoalan-persoalan masyarakat, yang terwujud dalam keterlibatannya dalam aktivitas politik, tidak lantas pula membuat mereka lalai terhadap kewajibannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.  Semua, mereka lakukan dengan kesadaran penuh bahwa pelaksanaan atas seluruh peran-peran dan fungsi itu, adalah dalam rangka melaksanakan  kewajiban yang telah Allah bebankan kepada mereka yang suatu saat akan mereka pertanggungjawabkan di akhirat kelak.  Wallahu a’lam bishshawwab.
(disarikan dari berbagai sumber).

Rabu, 13 Februari 2013

Ummu syuhada' Al-Khansa' bin Amr, teladan sepanjang zaman


Ada pepatah yang tak asing di telinga kita: Di belakang tokoh mulia, pasti ada wanita mulia. Al-Khansa’ bin Amr, sosok wanita mulia itu, adalah salah satunya. Shahabiyah (sahabat wanita Rasulullah saw.) ini sukses mengantarkan keempat putranya menjadi mujahid sejati, hingga mereka meraih kedudukan paling mulia: menjadi syuhada.
Al-Khansa’ adalah penyair wanita pertama dan utama. Ia penyair dua zaman: zaman Jahiliah dan zaman Islam. Para sejarahwan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih jago bersyair daripada al-Khansa’, sebelum maupun sepeninggal dirinya.
Tatkala mendengar dakwah Islam, al-Khansa’ datang bersama kaumnya, Bani Sulaim,menghadap Rasulullah saw. dan menyatakan keislaman mereka.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa al-Khansa’ dan keempat putranya ikut serta dalam Perang al-Qadisiyyah. Menjelang malam pertama mereka di al-Qadisiyyah, al-Khansa’ berwasiat kepada putra-putranya:
Anakku, kalian telah masuk Islam dengan taat dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah Yang tiada tuhan yang haq selain Dia. Kalian adalah putra dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putra dari wanita yang satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan paman kalian, juga nenek moyang kalian dan tak pernah menyamarkan nasab kalian.
Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah siapkan bagi orang-orang yang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir. Ketahuilah, negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik daripada dunia yang fana ini. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaran kalian, tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung (TQS Ali Imran [2]: 200).
Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuh kalian dari Ilahi.
Jika pertempuran mulai sengit dan api peperangan mulai menyala, terjunlah kalian ke jantung musuh, dan habisi pemimpin mereka saat perang tengah berkecamuk. Mudah-mudahan kalian meraih ghanimah dan kemuliaan di negeri yang kekal dan penuh kenikmatan..
Terdorong oleh nasihat ibunya, esoknya keempat putranya maju ke medan perang dan tampil dengan gagah berani. Mereka bangkit demi mewujudkan impian sang ibunda. Tatkala fajar menyingsing, majulah keempat putranya menuju kamp-kamp musuh. Sesaat kemudian, dengan pedang terhunus, anak pertama memulai serangannya sambil bersyair: Saudaraku, ingatlah pesan ibumu/tatkala di waktu malam menasihatimu/Nasihatnya sungguh jelas dan tegas: majulah dengan geram dan wajah muram/ Yang kalian hadapi hanyalah anjing-anjing Sasan/yang mengaum geram/Mereka telah yakin akan kehancurannya/maka pilihlah kehidupan tenteram/atau kematian penuh keberuntungan.
Ibarat anak panah, anak pertama melesat ke tengah-tengah musuh dan berperang mati-matian hingga akhirnya gugur sebagai syuhada.
Berikutnya, giliran anak kedua maju menyerang sembari melantunkan syair: Ibunda, wanita hebat dan tabah/pendapatnya sungguh tepat dan penuh hikmah/Ia perintah kita dengan cahaya/sebagai nasihat tulus bagi putranya/Majulah tanpa pusingkan jumlah mereka/dan raihlah kemenangan nyata/atau kematian mulia di Surga Firdaus yang kekal selamanya.
Kemudian ia bertempur hingga titik darah penghabisan, menyusul saudaranya ke alam baka, menjadi syuhada.
Selanjutnya anak ketiga ambil bagian. Ia maju mengikuti jejak saudaranya, seraya bersyair:Demi Allah, takkan kudurhakai perintah ibunda/perintah yang sarat kasih dan cinta/Sebagai bakti nan tulus dan kejujuran/majulah dengan gagah ke medan perang/hingga pasukan Kisra tunggang-langgang/atau biarkan mereka terang/bagaimana cara berjuang/Jangan mundur karena itu tanda pecundang/raihlah kemenangan meski maut menghadang.
Kemudian ia terus bertempur hingga terbunuh sebagai syuhada.
Tibalah giliran anak terakhir yang menyerang. Ia maju seraya melantunkan syair: Aku bukanlah anak al-Khansa’ maupun Akhram/tidak juga Amr atau leluhur mulia/Jika tak menghalau pasukan Ajam/melawan bahaya dan menyibak barisan tentara/Demi kemenangan yang menanti dan kejayaan/ataukah kematian di jalan yang lebih mulia.
Ia lalu bertempur habis-habisan. Akhirnya, ia pun gugur, juga sebagai syuhada.
Tatkala mendengar keempat putranya gugur sebagai syudaha, al-Khansa’ malah dengan tenang berkata, “Segala pujian milik Allah Yang telah memuliakanku dengan kesyahidan mereka. Aku berharap kepada Allah agar Dia mengumpulkan aku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya.” (Lihat: Al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashhab, II/90-91. Lihat juga: Nisa’ Hawl ar-Rasul).
*****
Tentu, lahirnya para mujahid dan para syuhada tak mungkin tiba-tiba. Mereka tercipta melalui proses pendidikan serta pembinaan yang amat panjang, yang penuh dengan kesungguhan dan pengorbanan. Tak lupa, mereka juga adalah produk dari sebuah keteladanan. Al-Khansa’ adalah seorang mujahidah. Wajar jika dari rahimnya lahir pula para mujahid. Wajar pula jika seorang ulama (seperti Imam Syafii) lahir dari ibunda yang juga ulama. Juga wajar jika seorang pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati lahir dari ibunda yang sama: ibunda pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati. Sudahkah sosok itu ada dalam diri para orangtua, khususnya para ibunda? Jika belum, mungkinkah akan lahir generasi pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati; atau akan lahir generasi para ulama besar seperti Imam Syafii; atau akan lahir generasi para syuhada, sebagaimana halnya putra-putra al-Khansa’?
Semoga kita sebagai orangtua, khususnya para ibunda, bisa seperti al-Khansa’: menjadiummu syuhada’ (ibunda para syuhada). Amin.
Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb[]