Minggu, 10 Februari 2013

CATATAN KECIL BI


Oktavia Nurul Hikmah
Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR
Divisi Kajian Strategis 
Karisma Airlangga Islamic Student Institute


Siang hari, 19 April 2012

Bi sedang ngobrol dengan adik angkatan di kampus Ilmu Budaya UNAIR. Sebut saja namanya Mawar (bukan nama sebenarnya)
Mawar  : ’’Aku pengen kerja kalo dah lulus Mbak”
Bi            : ”Kalo nikah, pengen gak?”
Mawar  : “ Pengen, tapi ngumpulin modal dulu lah. Nikah sekarang gak mudah n gak murah”
Bi       : “Iya, makanya banyak yang pilih free sex. Lebih mudah n lebih murah. Gak tau aja ntar pembayarannya di akhirat”
Mawar     :  “Heem. Ntar kalo dah nikah aku juga pengen tetap kerja Mbak”
Bi               : “ Kenapa?”
Mawar     : “Kalo ada apa-apa dengan pernikahanku, aku tetap bisa survive. Gak perlu menggantungkan hidup pada lelaki!” (tatapan matanya tegas, tangannya mengepal bak orang orasi, duduknya tiba-tiba tegak)

Malam Hari, 26 April 2012

Bi terpaksa pulang kampung malam ini. Hatinya dag dig dug tidak karuan. Memang betul, bukan fitrahnya perempuan kelayapan malam-malam. Bi merapatkan jaket. Menjawab pertanyaan para calo seperlunya. Mata Bi melebar, baru sadar bahwa sosok perempuan lah yang barusan bertanya padanya. Seorang calo perempuan, di antara rekannya para lelaki, di terminal, malam hari, sendiri.
Kali lain Bi juga menjumpai seorang kondektur bis perempuan. Kawannya pernah melihat tukang becak perempuan. Ekspor tenaga kerja murah ke luar negeri juga kebanyakan kaum hawa. Disana, di negeri yang jauh dari sanak saudara, adakah yang menjamin keamanan, keselamatan, dan kehormatan mereka? Mereka cuma punya diri mereka sendiri sebagai pembela. Hingga tak sedikit TKW yang pulang tinggal nama, atau berkurang keutuhan anggota badannya dan bahkan kehormatannya. Sebagai imbalan atas semua ini, disematkan pada diri mereka gelar pahlawan devisa.
Media dipenuhi perempuan sebagai daya tarik. Permintaan perusahaan akan tenaga terampil dan tenaga ahli perempuan semakin meningkat. Perempuan dinilai lebih telaten dan lebih menguntungkan dibandingkan laki-laki. Hingga jabatan-jabatan strategis di ranah publik pun diberikan pada kaum hawa. Mulai tukang hingga dekan. Mulai kondektur hingga presiden.

Malam hari, 27 April 2012

Bi tengah menyelesaikan tulisannya. Ups, kebelet pipis. Di depan TV, Bi berhenti, lupa dengan hasratnya ke kamar mandi. Bi tertarik dengan iklan layanan masyarakat di salah satu TV swasta. Layar memperlihatkan seorang pekerja pengantar ASI sedang mencari satu alamat. Dia menempuh perjalanan berliku dengan segala hambatannya. Ketika kemudian sampai di alamat yang dicari, seorang bapak muda membukakan pintu sambil menggendong anaknya yang masih bayi. Anak dalam dekapan itulah yang akan meminum ASI yang dipompa dari dada ibunya yang sedang sibuk bekerja.
Bi ingin mengumpat kalau saja tak ingat ada dua malaikat yang merekam geraknya. Bi nelangsa, melihat betapa sistem telah menempatkan perempuan pada tempatnya yang paling rendah. Modernitas tidak mengenal perbudakan. Tapi, apa bedanya jika perempuan sekarang dianggap berharga dari seberapa banyak ia menghasilkan harta benda? Apa bedanya jika ia tak lagi punya hak untuk membina generasi, mencurahkan kasih sayang dan kelembutan pada buah hati? Inikah yang diinginkan Kartini?
Bukan ujug-ujug masyarakat terpapar ide-ide kesetaraan yang amburadul. Fenomena yang nampak dari beragam fragmen yang diamati Bi, sebenarnya merupakan ‘kesuksesan’ dari strategi promosi para pegiat gender. Dulu, akan dianggap anomali jika istri yang menjadi pencari nafkah sementara suaminya di rumah mengurus rumah tangga. Bukan suatu kewajaran ketika perempuan menjadi imam bagi lelaki. Hal-hal inilah yang dianggap kaum feminis sebagai budaya patriarki yang menempatkan laki-laki lebih berkuasa dibandingkan perempuan. Bahkan dianggap telah terjadi penindasan laki-laki terhadap perempuan. Berangkat dari paradigma tersebut, para pejuang kesetaraan gender melakukan berbagai transformasi ke seluruh dunia dengan PBB sebagai kendaraannya. Berbagai agenda berusaha disebarkan ke seluruh dunia mengatas namakan CEDAW (Convetion on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) ato bahasa gaulnya Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Bi telah mengendus modus operandinya. Indonesia misalnya, menerjemahkan CEDAW dengan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender. Dalam pasal 1 RUU KKG ini tertulis, keadilan gender didefinisikan sebagai satu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara. Melihat isi pasal ini maka akan banyak sekali aturan Islam yang rawan dinilai sebagai aturan yang melanggar ‘keadilan gender’. Misalnya aturan berpakaian, larangan perempuan menjadi pemimpin negara, tanggung jawab keibuan, relasi suami istri, perkawinan, perwalian, ketentuan waris dan lainnya. Aturan-aturan ini dapat diterjemahkan sebagai aturan yang mengekang kebebasan perempuan sehingga Islam dilekatkan dengan bias patriarkis.
Bi sendiri baru mengkaji terkait pandangan Islam tentang perempuan. Bi baru tahu jika Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sangat mulia. Perempuan, memang memiliki perbedaan dengan laki-laki. Namun, Islam tidak lantas menempatkan laki-laki pada posisi puncak, sementara perempuan di posisi subordinat. Tidak, sama sekali tidak demikian. Islam memahami segala perbedaan di antara laki-laki dan perempuan. Menempatkannya pada fitrah dan aturanNya adalah keadilan hakiki baik bagi perempuan maupun lelaki. Bukan setara dalam segala hal, namun berkesempatan sama dalam hal melaksanakan ketaqwaan sesuai dengan porsi yang sudah digariskan.
Sesungguhnya perempuan di mata Islam memiliki peranan supra strategis dalam melahirkan generasi, baik itu sebagai ibu generasi (ummu ajyal) maupun sebagai ibu dari anak-anaknya di rumah (ummu wa robbatul bait). Melihat peranan yang sangat strategis ini, Bi paham bahwa perempuan harus cerdas dan terdidik karena di tangan perempuanlah nasib generasi bangsa diletakkan. Bi baru ngeh kalo Islam punya rumusan yang lengkap dalam mencetak perempuan yang seperti ini. Bi jadi yakin bahwa Islam sanggup membawa manusia dari gelap menuju terang. Allah Sang Pencipta yang paling tahu posisi perempuan dan laki-laki yang mulia dan sesuai dengan fitrah manusia. Bi yakin akan itu semua. Dan Bi percaya akan janji Allah bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Bi memastikan diri sebagai bagian dari barisan perjuangan penerapan Islam  dalam seluruh aspek kehidupan. Pastikan dirimu juga yah!

0 komentar:

Posting Komentar